Selasa, 13 Januari 2009

Ideologi dan Pendidikan
Pendahuluan
Ideologi memiliki pemikiran dan metode untuk semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam sistem pendidikan. Ideologi menjadikan sistem pendidikan sebagai salah satu sarana untuk mentransfer pemikiran-pemikiran mereka ke masyarakat dan mencetak para pengemban-pengemban baru ideologi ini.
Perkembangan di Eropa, sebagai akibat kuatnya kaum menengah dan kaum intelektual, kemudian melahirkan revolusi industri, yang memunculkan kelompok berkuasa yang baru, yaitu para pemilik modal dan para pengusaha. Semenjak itulah, ideologi sekulerisme menjadi lebih dominan pada sektor ekonominya, dan lebih sering disebut sebagai ideologi kapitalisme. Walaupun begitu, peran penting para cendekiawan dan intelektual masih sangat kuat, karena mereka menjadi motor penggerak pemikiran-pemikiran ideologi ini, serta menjadi penjaga bagi keberlangsungan ideologi ini.
Karena itu terkadang negara diharuskan ikut mendukung bahkan mungkin juga total mendanai masalah pendidikan. Hal ini karena pendidikan dipandang sebagai investasi, dan dengan menggunakan negara maka biaya investasi untuk mencetak manusia-manusia tangguh. Bentuk pendanaan oleh negara dalam dunia pendidikan ternyata bervariasi antara satu negara barat dengan negara yang lainnya. Negara seperti Jerman dan Austria, yang menerapkan sosialisme negara, mendanai seluruh sistem pendidikannya, dari tingkat rendah sampai perguruan tinggi. Sedangkan negara seperti USA, mendanani hampir keseluruhan pendidikan rendah sampai menengah, dan sebagian pendidikan tinggi. Di Negara Indonesia dimana dalam undang-undang menetapkan biaya pendidikan minimal dua puluh persen dari APBN diluar dari gaji pendidik hendaknya harus segera dilaksanakan untuk dapat menciptakan manusia yang tangguh dan bermartabat yang dapat bersaing dengan maju.
Uraian
Asal Usul dan perkembangan konsep Ideologi
Secara etimologi (sejarah kata), ideologi berasal dari kata idea = pikiran, dan logos = ilmu. Jadi secara tertulis, ideologi berarti studi tentang gagasan, pengetahuan kolektif, pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, nilai-nilai, prakonsepsi-prakonsepsi, pengalaman-pengalaman, dan atau ingatan tentang informasi sebuah kebudayaan dan juga rakyat individual. Filsuf Perancis, Antoine Destutt de Tracy (1754-1836), yang pertama kali menciptakan istilah “Ideologi” pada 1796, mendefinisikan ideologi sebagai “ilmu tentang pikiran manusia (sama seperti biologi dan zoologi yang merupakan ilmu).
Di tangan de Tracy, pengertian ideologi bersifat netral. Tetapi, kenyataannya istilah ideologi tak sesederhana yang dirumuskan de Tracy. Bahkan, seperti dikatakan Ania Loomba, istilah ideologi merupakan "salah satu istilah yang paling kompleks dan paling sulit dipahami dalam pemikiran sosial, dan merupakan bahan perdebatan berkelanjutan. Rolf Schwarz, dalam artikelnya What is Ideology, misalnya, mendefinisikan ideologi sebagai, “kepercayaan atau sekumpulan kepercayaan, khususnya kepercayaan politik yang mana rakyat, partai, atau negara mendasarkan tindakannya.”
Kita lihat, perlahan-lahan mulai terjadi evolusi pengertian ideologi, dari yang semula bersifat netral menjadi sebuah penghakiman terhadap perbedaan atas dasar kepentingan politik; dari sebuah ilmu yang mempelajari tentang gagasan menjadi sebuah pengertian yang sinis, jelek, dan tidak ilmiah.. “Karena pikiran elo beda ama gua, maka pikiran elo itu ideologis.” Di sini istilah ideologi kedudukannya lebih rendah dari ilmu pengetahuan atau teori. Mungkin itu sebabnya kaum intelektual lebih enjoy disebut akademis, filsuf, atau teoritikus, ketimbang disebut sebagai ideology.
Ideologi dan Filsafat
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakiaktnya merupakan suata sistim nilai yang secara efistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia dalam pandangan realitis alm semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasr dan pedoman bagi manusia dalam menyalasaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Pancasila Sebagai Idiologi Yang Reformatif, Dinamis Dan Terbuka
Pancasila sebagi suatu idiologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa idiologi pansila besifat aktual, dinamis, antisifasif dan senentiasa mampu menyelesaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan idiologi pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senentiasa berkambang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek dan zaman.
Berdasarkan pengertian tentang idiologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam idiologi pancasila sebagai idiologi terbuka adalah sebagai berikut:
Nilai dasar. Yaitu hakikat kelima pancasila yaitu, ketuhannan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, keadilan. Niali dasar tersebut adalah merupakan esensi dari nilai-nilai pancasila tang bersifat universal, sehingga dalam nilai tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai idiologi terebut tertunag didalam pembukaan UUD 1945, sehimgga oleh karena pembukaan memuat nilai-nilai dasr idiologi pancasilamaka UUD 1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertiphukum tertinggi, sehingga sumber hukum positif sehingga didalam negara memiliki kedudukan sebagai ”staatsfundamentalnorm” atau pokok kaefdah negara yang fundamental.
Nilai instru mental, yang merupakan arahan, kebijakan, srategi, saran, serta lembaga pelaksanaannya. Nilai intsrumental ini merupakan eksplistasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar idiologi pancasila. Misalnya GBHN yang lima tahun senentiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undang-undang, depertemen-depertemen, sebagai lembaga pelaksanaan dan lain sebagainya. Pada aspek ini senentiasa dapat dilakukan perubahan (reformatif).
Nilai praktis, yaitu merupakan nilai-nilai realisasi intrumental dalam suatu realisasi pengalaman yang bersifa nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, bangsa dan negara. Dalam realisasi praktis inilah maka penjabaran nilai-nilai pancasila senentiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan teknologi serat aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu pancasila sebagai idiologi terbuka secara stuktual memiliki tiga dimensi yaitu:
1) Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung didalam pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Hikikat nilai-nilai pancasial tersebut bersumber pada filsafat pancasial (nilai-nilai filosofis yamng terkandung dalam pancasila).
2) Dimensi normatif, yaitu niali-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertip hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental).
3) Dimensi realistia, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan raelitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu pancasila selain memiliki nilai-nilai ideal serta normatif maka pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kontrik) baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyalenggaraan negara. Dengan demikian pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat “utopis”yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang melainkan suatu ideologi yang bersifat “realistis” artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.
Ideologi, Pendidikan dan Pengajaran
Ideologi
Pada hakikatnya idiologi adalah merupakan hasil reflesi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat suatu yang bersifat dialektis antara idiologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak membuat idiologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati bentuk yang ideal. Idologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. Dengan demikian idoilogi sangat menentukan eksestensi suatu bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi pembanggunan.
Paling tidak, meminjam rumusan Eatwell dan Wright, ideologi dapat dibagi ke dalam beberapa hal: pertama, ideologi sebagai pemikiran politik; kedua, ideologi sebagai norma dan keyakinan; ketiga, ideologi sebagai bahasa, simbol, dan mitos; keempat, ideologi sebagai kekuasaan elit.
Karena sarat kontroversi, tak heran jika makna ideologi berubah menjadi jelek (peyoratif). Lantas, dari mana datangnya perubahan makna ideologi yang bersifat peyoratif itu? Menurut Eatwell dan Wright, itu semua bermula dari Napoleon Bonaparte (1796-1821). Ketika berhadapan dengan kekuasaan tradisional yang legitimasinya semakin memudar, Bonaparte adalah orang yang tertarik pada karya de Tracy karena mendukung ambisi politiknya. Tapi, begitu kursi kekaisaran telah didudukinya, Bonaperte berpaling memusuhi kelompok de Tracy. Kali ini, demi memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok tradisional, khususnya gereja Katolik, Bonaparte menuduh kelompok de Tracy sebagai “ideologis.” Kata Eatwell dan Wright,
“Napoleon kemudian memulai sebuah kritik yang panjang dimana ia menghubungkan ‘ideologi’ dengan sifat-sifat seperti keinginan a priori untuk menjatuhkan kehidupan lama atau tradisional dan ‘memajukan’ kehidupan manusia, dan atau untuk mendukung keyakinan yang cocok dengan kepentingan mereka yang memproklamirkan ideologi tersebut (de Tracy adalahj seorang republikan liberal yang membayangkan suatu dunia baru di mana kaum intelektual seperti dirinya akan memainkan suatu peranan yang signifikan.)”
Sejak saat itu, demikian Schwarz, “ideologi” diasosiasikan dengan orang yang visioner dan teoritikus yang tidak bersentuhan dengan kenyataan, tapi pada saat yang sama tetap berpegang pada pandangannya sendiri, keras kepala, dan dogmatik.
Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).
Ideoloigi dapat diartikan sebagai operasionolisasi dari suatu pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi idiologi, karena norma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan da sebagainya. Jadi filsafat sebagai sumber dan sumber bagi perumusan idiologi yang juga menyangkut srategi dan doktrin, dalam dalam menghadapi masalah yang timbul iddalam kehidupan bangsa dan negara, termasuk didalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi aliran atau sistem filsafat yang lain.
Pendidikan
1.1 Pengertian pendidikan.
Kita tahu bahwa ada banyak definisi pendidikan. Ini jelas menunjukkan bahwa pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting, sehingga banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan definisi, pengertian atau memaknainya. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan - Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
1. Pendidikan ; Usaha / kegiatan yg dijalankan dgn sengaja, teratur, & berencana dgn maksud mengubah laku manusia kearah yg diinginkan yaitu manusia yg berpancasila, tercermin dr tingkah laku sesuai dgn nilai2 sila2 tersebut.
2. Pendidikan (1989) ; Usaha sadar u/ menyiapkan peserta didik melalui (UU SISDIKNAS No.2 TH 1989).
a. Kegiatan bimbingan : guna menanam, memupuk, mengembangkan, sikap mental, pembaharuan, pembangunan dlm diri, peserta didik.
b. Kegiatan Pengajaran : menyampaikan pengetahuan informasi, fungsional u/ meningkatkan mutu & taraf hidup.
c. Kegiatan Pelatihan : menyampaikan keterampilan yg relevan.
3. Pendidikan (2003) : Usaha sadar & terencana u/ mewujudkan suasana belajar & proses pembelajaran agar peserta didik scr aktif mengembangkan potensi diri u/ memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yg diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, & negara.
PRINSIP PENDIDIKAN (UNESCO Jaques Delors)
1. Berlangsung sepanjang hayat
2. Pendidikan mempunyai empat sendi/pilar
a. Learning to know, including learning how to learn.
b. Learning to be
c. Learning to live together
d. Learning to live with others
1.2 Batasan tentang Pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
e. Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
f. Definisi Pendidikan Menurut AECT, 1977
Pendidikan merujuk pada aneka ragam lingkungan belajar, termasuk belajar di rumah, di sekolah, di tempat kerja.
1.3. Tujuan dan proses Pendidikan
a. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
b. Proses pendidikan
Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.
Conny Semiawan, dan kawan-kawan (Conny S. 1988; 14-16) mengemukakan alasan sebagai berikut:
Ø Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para pendidik(khususnya guru) mengajarkan semua konsep dan fakta kepada peserta didik.
Ø Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif.
Ø Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondidi yang dihadapi dengan mengalami atau mempraktekannya sendiri.
Ø Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik.
Pengajaran
1. Definisi Pengajaran
Menurut AECT (1977) Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang bersifat terarah dan terkendali antara lain melalui rancangan pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi yang telah dirancang oleh guru sehingga pada proses pembelajaran dapat menjadi optimal dan tepat guna. Pengajaran hanya merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sekolah saja, seperti siswa, guru, sumber belajar dan media belajar.
2. Proses Pengajaran
Pada pengajaran dikenal baik proses perancangan maupun penyampaian. Contoh studi tentang proses adalah penelitian yang dilakukan mengenai kaitan strategi mengajar dengan cara belajar dan media (Leshin, Pollock dan Reigulth, 1992). Pada proses pengajaran akan memberikan hasil belajar jangka pendek (nilai rapot, UN, Ijazah) sebagai dampak pengajaran dan jangka panjang (hasil transfer pengetahua dalam kehidupan yang sebenarnya) sebagai dampak pengiring.
Pendidikan di bawah kendali aparatus ideologi dominan pada hakekatnya hanya digunakan demi melanggengkan kekuasaan status quo. Pendidikan juga tidak lebih dari sebagai sarana untuk mereproduksi sistem dan struktur sosial yang tidak adil seperti sistem relasi kelas, relasi gender, relasi rasisme ataupun sistem relasi lainnya. Dalam konteks pendidikan yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan inilah Freire kemudian memulai gagasannya secara radikal untuk mengembalikan proses kemanusiaan yang telah hilang. Dengan slogan proses memanusiakan manusia kembali, ia melihat bahwa sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya, membuat masyarakat mengalami proses dehumanisasi. Dalam kaitannya dengan ini ia juga melihat ada efek-efek pemikiran (kesadaran) dalam pandangan hidup masyarakat. Freire menggolongkan kesadaran manusia tersebut menjadi tiga; kesadaran magis (magical consciouness), kesadaran naif (naival consciousness), dan kesadaran kritis (critical consciousness).
Melihat proses perkembangan pendidikan yang selama ini berjalan, pada akhirnya kita dituntut kembali untuk mengevaluasi model pendidikan yang tepat dalam rangka memanusiakan kembali manusia. Bagaimana pun, pihak-pihak dominan telah melakukan penjinakan sehingga mengakibatkan peserta didik hanya sebagai objek kepentingan pragmatis yang pada akhirnya menjerumuskan masyarakat pada kesadaran yang tidak manusiawi.
Terjadinya pergeseran ideology pendidikan dapat menyebabkan berubahnya sistem pengajaran yang telah diterapkan oleh pendidik yang ada di Indonesia saat ini. Banyaknya kalangan menilai tidak layaknya sebutan para pendidik sebagai “ Pahlawan tanpa tanda jasa”, berubahnya guru sebagai penganti “orang tua ke 2”. Kehawatiran orang tua terhadap penyimpangan – penyimpangan yang kerap terjadi. Sistem atau kebijakan – kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah berubah- ubah sehingga sulit untuk di terima oleh masyarakat. Jika semua pemegang kebijakan dapat menerapkan ideology Pancasila dan UUD’45 dalam dunia pendidikan maka pola pendidikan sistem pengajaran dapat berjalan dengan baik pula.
Pendidikan hingga saat ini diyakini oleh sebagian besar orang sebagai kegiatan mulia,mengandung kebajikan, dan sekali lagi bebas nilai. Selama ini masih terendam mitos, tak luput juga para pendidik banyak yang tidak kunjung siuman bahwa mereka punya andil besar dalam pertarungan ideologi dan politik.
Pendidikan dimanapun dikepung situasi dilematis,pro status quo ataukah ingin menjadi agen transformasi sosial menuju masyarakat yang sadar. Dalam buku Ideologi-ideologi Pendidikan oleh William F O'neil, ahli pendidikan University Of Southern California AS ini mengupas enam ideologi yang berkembang di masyarakat dunia. ideologi-ideologi itu adalah: fundamentalisme, intelektualisme, konservatisme, liberalisme, liberasionisme, dan anarkisme. Berbagai ideologi ini kemudian disederhanakan kedalam tiga kelompok besar: konservatif, liberal, dan kritis. Para pendukung konservatif menganggap ketidak adilan sosial sebagai kodrat. Mereka berpandangan kaum miskin, anak jalanan, dan kaum kriminal, semuanya menderita karena kesalahan mereka sendiri. Kaum konservatif mengajukan bukti-bukti dari mereka yang mau berusaha banyak yang berhasil dalam studi,karier,dan hidup bebas di luar penjara. Pendukung liberal beranggapan,pendidikan tidak berkaitan dengan persoalan ekonomi dan politik. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan dengan struktur kelas,dominasi politik ,hegemoni budaya,dan diskriminasi jender. Inilah paradigma pendidikan yang berkembang saat ini di Indonesia. Mekanisme pe-rangking-an, untuk memacu persaingan antar murid,membangun gedung-gedung,dan semua hal yang dominan kepada hal-hal fisik, pada akhirnya melalaikan pembangunan mental dan moral. Akibatnya kini kita terperosok dalam pertikaian antar etnis,agama, dan integrasi wilayah. Paradigma liberal hanyalah kosmetik. Ujung-ujungnya adalah human investment. Bangsa Indonesia telah menjadi bagian sekaligus korban dari mesin besar industri kapitalisme.

Analisis dan Pembahasan
Ideologi
Banyak orang belajar dan berkiblat pada ideology dari luar, padahal kita memiliki Ideology yang tak lenkang oleh jaman, bersifat dianamis, reformatif dan terbuka. Kita bisa mengali wawasan dari apa yang terkandung dari Pancasila meskipun dalam bidang Pendidikan.
Pendidikan
Pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk merencanakan masa depan suatu bangsa sehingga dituntut adanya keluaran yang berkualitas: pandai, cerdas, terampil, mandiri, dan mampu memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi. Pandai dapat dilakukan melalui pengajaran, tetapi cerdas, terampil, dan mandiri harus melalui pendidikan. Hanya manusia cerdas yang dapat menghasilkan sesuatu yang berguna untuk membangun suatu bangsa . Pendidikan sebagai indikator dalam menunjang sumber daya manusia yang berkualitas, perlu di kembangkan dan tetap dilestarikan keutuhannya. Kesadaran akan pentingnya manfaat pendidikan dapat memberikan prestasi yang intelektual bagi manusia yang terlibat didalamnya. Belakangan ini kesadaran akan manfaat pentingnya pendidikan sebagai penunjang menciptakan sumber daya manusia dirasakan sudah tidak ada lagi. Ketika bukan lagi keutamaan, kasih dan keadilan yang ditanamkan dalam konsep pendidikan, melainkan mencari keuntungan materi dan kekuasan atau adanya komersialisasi di dunia pendidikan, ini akan menjadi sebab utama terjadinya praktik pendidikan diskriminatif.
Pengajaran
Pengajaran adalah sebuah proses atau isi dari pendidikan. Pada pengajaran dikenal baik proses perancangan maupun penyampaian. Contoh studi tentang proses adalah penelitian yang dilakukan mengenai kaitan strategi mengajar dengan cara belajar dan media (Leshin, Pollock dan Reigulth, 1992). Pada proses pengajaran akan memberikan hasil belajar jangka pendek (nilai rapot, UN, Ijazah) sebagai dampak pengajaran dan jangka panjang (hasil transfer pengetahua dalam kehidupan yang sebenarnya) sebagai dampak pengiring.
Melihat proses perkembangan pendidikan yang selama ini berjalan, pada akhirnya kita dituntut kembali untuk mengevaluasi model pendidikan yang tepat dalam rangka memanusiakan kembali manusia. Bagaimana pun, pihak-pihak dominan telah melakukan penjinakan sehingga mengakibatkan peserta didik hanya sebagai objek kepentingan pragmatis yang pada akhirnya menjerumuskan masyarakat pada kesadaran yang tidak manusiawi.
Pendidikan hingga saat ini diyakini oleh sebagian besar orang sebagai kegiatan mulia,mengandung kebajikan, dan sekali lagi bebas nilai. Selama ini masih terendam mitos, tak luput juga para pendidik banyak yang tidak kunjung siuman bahwa mereka punya andil besar dalam pertarungan ideologi dan politik.

Penutup
Simpulan
1. Ideologi adalah Istilah ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti “gagasan, konsep,pengertian dasr, cita-cita, “ dan “logos” yang berarti “Ilmu” dan kata “idea” berasal dari bahasa yunani “eidos” yang artinya “bentuk”. Di samping itu ada kata “idein” yang artinya melihat. Maka secara harfiah, ideologi ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, “ide” disamakan artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas dasar landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.
2. Pendidkan menurut GBHN 1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
3. Pengajaran adalah Menurut AECT (1977) Pengajaran merupakan bagian dari pendidikan yang bersifat terarah dan terkendali antara lain melalui rancangan pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi yang telah dirancang oleh guru sehingga pada proses pembelajaran dapat menjadi optimal dan tepat guna. Pengajaran hanya merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sekolah saja, seperti siswa, guru, sumber belajar dan media belajar.
Keterkaitan antara ideology, pendidikan dan pengajaran
Kesimpulan yang dapat ditarik dari persoalan ideology, pengajaran dan pendidikan adalah:
Ø Ideologi adalalah gagasan, cita- cita, tujuan dalam dunia pendidikan untuk menentukan pola pengajaran.
Ø pengajaran dan pendidikan dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling mengisi.
Ø Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami lebih baik.
Ø Pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan pengajaran mengusahakan isinya. Wadah harus menetap meskipun isi bervariasi dan berubah.
4. Kerangka berpikir, ide, gagasan yang diyakini kebenarannya dan diterapkan untuk meningkatkan mutu pendidikan sehingga dapat terlaksananya proses Pengajaran yang tepat guna bagi peserta didik.
Saran
a. Koordinasi Pemerintah, Pendidik, Siswa, dan masyarakat lebih ditingkat dalam penentukan kebijakan- kebijakan dibidang pendidkan yang sifatnya krusial.
b. Dalam penentuan kebijakan lebih memperhatikan Ideology Pancasila dalam bidang Pendidkan sehingga dapat meningkatkan sistem pengajaran yang telah ada.
c. Adanya Perhatian lebih dari Pemegang Kebijakan di bidang Pendidikan baik dari segi moril maupun materiil.
d. Kesadaran dari semua lapisan masyarakat pentingnya akan Pendidikan. (R3)
mb.ratri@yahoo.com

Tidak ada komentar: